Cerita Wayang

Wayang


source: https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/16/4256224799.jpg


Wayang merupakan cerita yang bersumber dari kitab Ramayana dan Mahabaratayang kemudian dikembangkan dalam tradisi pertunjukan wayang. Wayang itu sendiri merupakan boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan cerita wayang (drama tradisional) di Jawa, Bali, Sunda, dan sebagainya yang biasa dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang dengan iringan musik tradisional gamelan. Pertunjukan wayang biasanya menggunakan kelir, secarik kain sebagai pembatas antara dalang dan penonton. Tradisi seni pentas itu dikenal sebagai seni pedalangan. Aspek tuturan (cerita) dalam wayang terdiri atas narasi (wacana) dan dialog (antawacana) yang secara keseluruhan ditampilkan sebagai satu pertunjukan orkestra, biasanya berlangsung semalam suntuk.

Wisnu



Dalam Trimurti Agama Hindu, Dewa Wisnu merupakan personifikasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam kapasitas Beliau sebagai pemelihara alam semesta.

Dewa Wisnu merupakan Dewa paling tinggi di dalam tradisi Waisnawa. Pengikut Adi Shankara memposisikan Beliau sebagai salah satu dari lima Dewa Utama. Beliau dipuja sebagai Dewa Tertinggi (Tuhan Yang Maha Esa) dalam weda Sruti seperti Taittiriya Shakha dan the Bhagavad Gita. Shakti Beliau adalah Dewi Laksmi, yang dikenal sebagai Dewi penguasa kemakmuran dan wahana Beliau adalah burung Garuda.

Vishnu Sahasranama menyatakan Beliau adalah Paramatma (Jiwa tertinggi) dan Parameshwara (Dewa tertinggi). Juga mendeskripsikan sebagai esensi utama dari semua bentuk, yang menguasai masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, serta pencipta dan pelebur segalanya, yang menunjang alam semesta serta melahirkan semua element di dalamnya.

Di dalam Purana, Beliau digambarkan memiliki warna ilahi yang gelap, empat lengan, memegang bunga teratai, terompet, cakra dan gada.

Petruk



Petruk merupakan anak dari seorang pendeta raksasa yang bernama Begawan Salantara. Ia hobi sekali bergurau dengan siapapun, baik dari tingkah lakunya, hingga ke ucapannya. Namun ia pun juga suka cari ‘mala’ alias masalah, karena hobinya adalah berkelahi. Siapapun selalu ia tantang. Namun, ia terbilang sebagai tokoh yang jago kandang. Karena ia hanya berani bertanding atau adu kesaktian di daerah tempat tinggalnya saja. Tapi ia sadar dan memutuskan berkelana untuk menguji kesaktiannya.

Di tengah perjalanan, Petruk bertemu dengan Gareng yang namanya masih Bambang Sukodadi. Di mana Bambang Sukodadi ingin menguji kekebalannya. Cocoklah dengan Petruk yang ingin menguji kesaktiannya. Jadilah mereka bertarung, hingga fisik mereka cacat tak karuan. Di sinilah mereka bertemu dengan Batara Ismaya atau Semar kemudian diangkat menjadi anaknya.

Petruk yang memiliki nama asli Bambang Pecrukpanyukilan merupakan anak Gandarwa yang merupakan sejenis jin di mana ia diangkat sebagai anaknya Semar setelah Gareng. Ia pun memiliki julukan yaitu ‘Kanthong Bolong’ yang artinya adalah suka berbagi alias dermawan. Selain ‘Kanthong Bolong’, Petruk juga memiliki julukan lain yaitu ‘Doblajaya’ yang artinya adalah cerdik. Bisa dikatakan bahwa Petruk adalah anggota Punakawan yang paling cerdik di antara kedua saudaranya, Gareng dan Bagong.

Sri



Kisah Dewi Sri diawali dari sebuah pertemuan para dewa di khayangan. Saat itu, Batara Guru mencoba memegang mustika sakti milik Batara Narada yang bernama Retna Dumilah. Siapapun yang memiliki mustika itu tidak akan merasa lapar, mengantuk dan basah saat terkena air. Namun tangan Batara Guru tidak kuat memegang mustika sakti tersebut dan terlepas hingga jatuh ke bumi hingga lapis ke tujuh.

Di bumi lapis ke tujuh tersebut, tinggalah seekor naga bernama Sang Hyang Antaboga yang menelan mustika tersebut. Para dewa dari khayangan turun ke Bumi untuk mencari mustika tersebut dan sang naga mengetahuinya.     Untuk menguji para dewa, sang naga lantas memasukan mustika       tersebut ke dalam sebuah cupu yang susah dibuka oleh Batara Guru dan    para dewa lain saat cupu tersebut diberikan oleh Sang Hyang Antaboga.